Senin, 22 Februari 2010

Pernah Dijadikan Tempat Persembunyian Kahar Muzakkar

KAMBUNO tiba-tiba kembali ramai dibicarakan pasca hilangnya
lima pendaki dari Kelompok Pencinta Alam Sawerigading (Kampas) Kota
Palopo yang melakukan eksepedisi menuju puncak Kambuno yakni
Langtangunta. Banyak Cerita dari gunung ini, termasuk dari sisi
sejarah dan mistiknya.

ബണ്ട് Lantangunta adalah penamaan yang sering disebut warga sekitar
untuk puncak Gunung Kambuno. Langtangunta merupakan puncak ketiga
dari tiga puncak yang ada di gunung ini. Puncak tertinggi inilah yang
sering dijadikan kelompok pendaki sebagai sasaran utama dalam
melakukan pendakian ke Gunung Kambuno.

Sebelum sampai ke puncak Lantangunta pendaki harus melalui dua puncak
lainnya yakni puncak Kusang dan puncak Kambuna. Namun tiga puncak ini
masih dalam satu kesatuan Gunung Kambuno. Gunung Kambuno sendiri
diketahui memiliki ketinggian 2.950 meter dari permukaan laut (Mdpl).
Gunung ini meruapak gunung tertinggi kelima di Sulawesi Selatan dan
masih lebih tinggi dari gunung Lompobattang, yang memiliki ketinggian
2.871 meter.

Gunung Kambuno diketahui masuk dalam kawasan tiga kecamatan yang ada
di Kabupaten Luwu Utara. Di kaki gunung atau sering disebut oleh
kelompok pendaki sebagai kilometer 45 yang merupakan garis star
melakukan pendakian ke Gunung Kambuno masuk dalam wilayah Kecamatan
Sabbang. Semantara di wilayah pegunungannya sendiri dibagi oleh
Kecamatan Seko dan Kecamatan Limbung. Untuk puncak Kambuno yakni Buntu
Lantangunta sudah masuk wilayah Kecamatan Seko.

Kawasan di gunung ini termasuk rawan lonsor. Selain beberapa wilayah
bermaterikan tanah gembur, di gunung ini juga pernah menjadi lokasi
pelaku penebangan liar merajalela. Ditakutkan saat hujan, longsor
dibeberapa kawasan rawan terjadi. Apalagi beberapa pekan terakhir
hujan mengguyur lokasi ini. Kemarin malam misalnya, Rabu, 10 Februari,
hujan keras sempat mengguyur gunung ini.

Jalur yang digunakan pendaki sendiri untuk masuk melakukan pendakian
ke gunung ini melalui ibu Kota Kecamatan Sabbang ke Desa Malimbu. Dari
desa ini hingga kilometer 13 merupakan daerah terakhir yang masih bisa
dijangkau oleh signal telepon seluler. Melewati batas kilometer 13
komunikasi menggunakan telepon seluler sudah terputus. Desa Malimbu
biasanya digunakan pendaki sebagai tempat peristirahatan sebelum
mengarah ke desa terakhir, yakni Desa Mangkaluku dan kaki Gunung
Kambuno. Dari Desa Malimbu ke Desa Mangkaluku membutuhkan waktu
lebih dari 24 jam jika ditempuh dengan jalan kaki.

Dari kilometer 13 ke kilometer 23 pendakian sudah terasa. Di kilometer
23 pendaki biasanya menggunakan kawasan ini sebagai camp pertama. Dari
kilometer 23 mengarah ke camp kedua masih akan ditemui perkampungan
yakni Kampung Kurirang. Dari kampung ini ke Desa Mangkaluku yang
merupakan desa terakhir sebelum mengarah ke kaki gunung atau kilometer
45 harus melalui jembatan gantung dengan medan masih melalui
perintisan jalan. Medan berat sudah akan menanti setelah melalui
Mangakaluku ke camp kedua dengan melalui jembatan gantung kedua dan
trekking cukup berat.

Dari camp kedua ke kilometer 45 medan jalan yang dilalui semakin
berat. Di kilometer 45 inilah yang sering dijadikan sebagai pos
pertama pendaki sebelum melakukan pendakian ke Gunung Kambuno.
Pendakian dari pos pertama ke pos kedua trekking melewati pegunungan
dan melalui jalur longsoran. Dari pos pertama hingga pos terakhir
yakni pos ke delapan di puncak Kambuno pendaki akan melewati medan
berat termasuk resiko kesasar.

Gunung ini sendiri bersebelahan dengan Gunung Baliase yang memiliki
ketinggian 3.016 meter dari permukaan laut atau gunung tertinggi kedua
di Sulsel. Pendaki yang kesasar bisa saja mengarah ke gunung ini
menyusuri hutan kemudian tembus ke wilayah Poso Sulawesi Tengah. Salah
seorang pendaki dari Akar Indonesia, Iwan Akar yang sudah tiga kali
mencapai puncak Kambuno menuturkan. Hal tersulit dalam melakukan
pendakian ke gunung ini yakni ketika kembali dari pendakian. Pasalnya
pada saat melakukan penurunan ada beberapa jalur yang harus diketahui
dengan baik. "Salah jalur berarti kesasar, dan saya pernah satu kali
waktu melakukan pendakian ke sana, beberapa rombongan kami salah jalur
sehingga lambat empat hari sampai di camp pertama," ujarnya.

Lima orang pendaki dari Kampas tersebut tuturnya kemungkinan besar
kesasar saat sudah turun dari puncak Kambuno. Pasalnya mereka akan
merintis jalan saat turun dari puncak. "Apalagi ke lima orang ini
belum ada satupun yang pernah melakukan pendakian ke Kambuno, dua
orang diantaranya hanya pernah sampai di pos pertama kilometer 45,"
ucap Iwan.

Gunung ini sendiri pertama kali menjadi objek pendakian diperkirakan
sejak tahun 1994 hingga 1995. Kelompok pencinta alam yang diketahui
pertama kali melakukan pendakian ke gunung ini yakni Korps Pencinta
Alam (Korpala) Universitas Hasanuddin. Setelah puncak Kambuno atau
puncak Lantangunta berhasil ditembus oleh tim Korpala Unhas, beberapa
kelompok pencinta alam kembali bergantian mencapai puncak. Hingga
kelompok pencinta alam Se-Luwu Raya menjadikan gunung ini sebagai
salah satu objek pendakian yang menarik dan menantang.

Dari sisi mistik, gunung kambuno dikenal oleh warga setempat memiliki
kekuatan magis yang tinggi. Pasalnya antara Gunung Kambuno dan Baliase
berdasarkan cerita warga setempat masih ditunggui oleh sepasang jin.
Konon menurut cerita jin laki-laki sebagai penunggu Gunung Baliasse
dan jin perempuan sebagai penunggu Gunung Kambuno. Salah seorang tokoh
masyarakat Desa Mangkaluku atau desa terakhir sebelum pendakian,
Yunus, yang juga banyak dikenal oleh pendaki sebagai juru kunci Gunung
Kambuno menuturkan cerita sepasang jin yang menguasai kawasan Kambuno
dan Baliasse sudah ada sejak dulu.

Ada beberapa kawasan di gunung ini yang hingga saat ini masih dianggap
berbahaya untuk dimasuki. Pasalnya saat masuk ke wilayah itu cukup
sulit untuk menemukan jalur keluar. Bahkan bisa hingga menyebrang ke
Gunung Baliasse. Lebih jauh Yunus menuturkan kondisi medan di Kambuno
cukup berbahaya jika keluar dari jalur yang selama ini digunakan oleh
pendaki. Apalagi harus dilalui oleh orang baru. Pasalnya banyak ranjau
yang dipasang warga di gunung ini sebagai jaring untuk menangkap Anoa.
Hewan khas Sulawesi ini diketahui masih banyak di pegunung ini.

Dari sisi sejarahnya, gunung ini sendiri pernah dijadikan oleh
kelompok DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar sebagai markas sementara dan
tempat persembunyian. Di gunung ini kata Yunus, Kahar banyak
menyebarkan agama Islam. Bahkan penduduk disekitar gunung di kabarkan
banyak diislamkan oleh kelompok yang dipimpin oleh Kahar.

Sementara itu selain kasus terkahir hilangnya lima pendaki dari
Kampas, kasus serupa juga pernah terjadi diwilayah pegunungan
tersebut. Desember 2009 lalu dikabarkan seorang pekerja jalan yang
akan mengarah ke Seko hilang diperjalanan. Cuma pekerja jalan ini
tidak melalui jalur Desa Mangkaluku tapi melalui jalur Kanandede yang
merupakan jalur umum yang banyak dilalui oleh warga menuju ke Seko.
Hingga saat ini pekerja jalan tersebut menurut Camat Sabbang, Adi
Setiawan, juga belum diketahui keberadaannya. "Sebenarnya kasus ini
merupakan yang ketiga kalinya, dua kali pekerja jalan yang hilang.
Tapi yang hilang pertama kembali, cuma yang hilang kedua ini yang
tidak kembali-kembali hingga sekarang," ujar Adi.

WELCOME

Selamat datang di blog pemuda desa