Sabtu, 29 November 2008

Teknik Menulis Berita

Menulis adalah pekerjaan seni. Pelukis terkenal Sudjojono pernah ditanya seseorang, "Bagaimana Anda melukis?" Sudjojono malah balik bertanya, "Apakah saudara punya buku panduan naik sepeda?" Begitulah. Menulis berita pun tak jauh beda dengan pekerjaan melukis.

Namun, karena berita menyajikan fakta-fakta, ada kaidah-kaidah tertentu yang tak boleh ditinggalkan seorang wartawan. Ada begitu banyak buku panduan dan teknik menulis berita yang sudah diterbitkan yang ditulis wartawan senior, meski pokok-pokoknya mengacu pada satu hal. Jika pun makalah ini ditulis, hanya sedikit pokok-pokok yang bisa dijelaskan, karena menulis berita tidak mungkin diuraikan secara sistematis.

Berbeda dengan majalah yang sifat beritanya lebih analisis, berita keras tidak boleh beropini. Sehingga tulisan hanya menyajikan fakta-fakta. Dan waktu juga menjadi perhatian lainnya. Berita majalah berbentuk feature berita sehingga sifanya tidak tergantung waktu. Sedangkan koran yang terbit harian sifat beritanya pun terbatas oleh waktu. Esok harinya, sudah ada berita baru sebagai perkembangan berita sebelumnya. Apalagi media dotcom yang melaporkan perkembangan dari jam ke jam bahkan dari menit ke menit. Di sini hanya akan dibatasi menulis berita keras.


Judul
1. Judul berita sebisa mungkin dibuat dengan kalimat pendek, tapi bisa menggambarkan isi berita secara keseluruhan. Pemberian judul ini menjadi penentu apakah pembaca akan tertarik membaca berita yang ditulis atau tidak.

2. Menggunakan kalimat aktif agar daya dorongnya lebih kuat. Seorang penulis novel terkenal, Stephen King, pernah mencemooh penulis yang menggunakan kalimat aktif. "Kalimat pasif itu aman," kata King. Mungkin benar, tapi memberi judul berita bukan soal aman atau tidak aman. Judul aktif akan lebih menggugah.

Bandingkan misalnya judul "Suami Istri Ditabrak Truk di Jalan Tol" dengan "Truk Tronton Tabrak Suami Istri di Jalan Tol". Judul kedua, rasanya, lebih hidup dan kuat. Namun pemberian judul aktif tidak baku. Ada judul berita yang lebih kuat dengan kalimat pasif. Biasanya si subyek berita termasuk orang terkenal. Misalnya judul "Syahril Sabirin Divonis 3 Tahun Penjara."


3. Persoalan judul menjadi menarik seiring munculnya media berita internet. Memberi judul untuk koran yang waktunya sehari tidak akan memancing pembaca jika mengikuti peristiwa yang terjadi, karena peristiwa itu sudah basi dan ditulis habis di media dotcom. Memberi judul untuk koran sebaiknya memikirkan dampak ke depan. Misalnya, judul "Maula Dituntut Pidana Korupsi."

Bagi koran yang terbit esok pagi, misalnya, judul ini basi karena media dotcom dan radio (juga) televisi, sudah memberitakannya begitu vonis dijatuhkan. Untuk mengetahui dampak ke depan setelah vonis dijatuhkan, wartawan yang meliput harus kerja lebih keras. Misalnya dengan bertanya ke sumber-sumber dan Maula sendiri soal dampak dari tuntutan itu.


Pembaca, tentu saja ingin tahu perkembangan berikutnya pada pagi hari setelah mendengar berita tersebut dari radio, televisi dan membaca internet malam sebelumnya. Namun, soal judul untuk koran dan media dotcom dengan cara seperti ini masih menjadi perdebatan. Karena judul "Maula Dituntut Korupsi..." masih kuat ketika ditulis esok harinya. Ini hanya soal kelengkapan saja.

Jika dotcom dan media elektronik hanya membuat breaking news-nya saja, koran—karena mempunyai waktu tenggat lebih lama—bisa melengkapi dampak-dampak tersebut di tulisannya, meski memakai judul yang sama.


Lead
1. Selain judul, lead bisa menjadi penentu seorang pembaca akan melanjutkan bacaannya atau tidak. Sehingga beberapa buku panduan menulis berita menyebut lebih dari 10 lead yang bisa dipakai dalam sebuah berita. Namun, hal yang tak boleh dilupakan dalam menulis lead adalah unsur 5W + 1H (Apa/What, Di mana/Where, Kapan/When, Mengapa/Why, Siapa/Who dan Bagaimana/How) . Pembaca yang sibuk, tentu tidak akan lama-lama membaca berita. Pembaca akan segera tahu apa berita yang ditulis wartawan hanya dengan membaca lead. Tentu saja, jika pembaca masih tertarik dengan berita itu, ia akan melanjutkan bacaannya sampai akhir. Dan tugas wartawan terus memancing pembaca agar membaca berita sampai tuntas.

2. Lead terkait dengan peg atau biasa disebut pelatuk berita. Seorang reporter ketika ditugaskan meliput peristiwa harus sudah tahu "pelatuk" apa yang akan dibuat sebelum menulis berita. Pelatuk berbeda dengan sudut berita. Ada satu contoh. Misalkan seorang reporter ditugaskan meliput banjir yang merendam ratusan rumah dan warga mengungsi. Yang disebut sudut berita adalah peristiwa banjir itu sendiri, sedangkan peg adalah warga yang mengungsi. Mana yang menarik dijadikan lead? Anda bisa memilih sendiri. Membuat lead soal mengungsi mungkin lebih menarik dibanding banjir itu sendiri. Karena ini menyangkut manusia yang secara langsung akan berhubungan dengan pembaca. Berita lebih menyentuh jika mengambil lead ini. Manusia, secara lahiriah, senang menggunjingkan manusia lain.

Badan Berita
1. Penentuan lead ini juga membantu reporter menginventarisasi bahan-bahan berita. Sehingga penulisan berita menjadi terarah dan tidak keluar dari lead. Inilah yang disebut badan berita. Ada hukum lain selain soal unsur pada poin 1 tadi, yakni piramida terbalik. Semakin ke bawah, detail-detail berita semakin tidak penting. Sehingga ini akan membantu editor memotong berita jika space tidak cukup tanpa kehilangan pentingnya berita itu sendiri.

2. Untuk lebih mudahnya, susun berita yang berawal dari lead itu secara kronologis. Sehingga pembaca bisa mengikuti seolah-olah berita itu suatu cerita. Teknik ini juga akan membantu reporter memberikan premis penghubung antar paragraf. Hal ini penting, karena berita yang melompat-lompat, selain mengurangi kejelasan, juga mengurangi kenyamanan membaca.

3. Cek dan ricek bahan yang sudah didapat. Dalam berita, akurasi menjadi hal yang sangat penting. Jangan sungkan untuk menanyakan langsung ke nara sumber soal namanya, umur, pendidikan dan lain-lain. Bila perlu kita tulis di secarik kertas lalu sodorkan ke hadapannya apakah benar seperti yang ditulis atau tidak. Akurasi juga menyangkut fakta-fakta. Kuncinya selalu cek-ricek-triple cek.

Bahasa
1. Bahasa menjadi elemen yang penting dalam berita. Bayangkan bahwa pembaca itu berasal dari beragam strata. Bahasa yang digunakan untuk berita hendaknya bahasa percakapan. Hilangkan kata bersayap, berkabut bahkan klise. Jika narasumber memberikan keterangan dengan kalimat-kalimat klise, seorang reporter yang baik akan menerjemahkan perkataan narasumber itu dengan kalimat-kalimat sederhana. Tentu saja kita tidak mengerti jargon-jargon yang seperti, "Disiplin Mencerminkan Kepribadian Bangsa" yang ditulis besar-besar pada spanduk. Siapa yang peduli bangsa? Berita yang bagus adalah berita yang dekat dengan pembaca.

2. Menulis lead yang bicara. Untuk mengujinya, bacalah lead atau berita tersebut keras-keras. Jika sebelum titik, nafas sudah habis, berarti berita yang dibuat tidak bicara, melelahkan dan tidak enak dibaca. Ada buku panduan yang menyebut satu paragraf dalam sebuah berita paling panjang dua-tiga kalimat yang memuat 20-30 kata. Untuk menyiasatinya cobalah menulis sambil diucapkan.

3. Berita yang bagus adalah berita yang seolah-olah bisa didengar. Prinsipnya sederhana, makin sederhana makin baik. Seringkali reporter terpancing menuliskan berita dengan peristiwa sebelumnya jika berita itu terus berlanjut, sehingga kalimat jadi panjang. Untuk menghindarinya, jangan memulai tulisan dengan anak kalimat atau keterangan. Agar jelas, segera tampilkan nilai beritanya.

4. Menghidari kata sifat. Menulis berita dengan kata sifat cenderung menggurui pembaca. Pakailah kata kerja. Menulis berita adalah menyusun fakta-fakta. Kata "memilukan", misalnya, tidak lagi menggugah pembaca dibanding menampilkan fakta-fakta dengan kata kerja dan contoh-contoh. Tangis perempuan itu memilukan hati, misalnya. Pembaca tidak tahu seperti apa tangis yang memilukan hati itu. Menuliskan fakta-fakta yang dilakukan si perempuan saat menangis lebih bisa menggambarkan bagaimana perempuan itu menangis. Misalnya, rambutnya acak-acakan, suaranya melengking, mukanya memerah dan lain-lain. "Don't Tell, But Show!"

5. Menuliskan angka-angka. Pembaca kadang tidak memerlukan detail angka-angka. Kasus korupsi seringkali melibatkan angka desimal. Jumlah Rp 904.775.500, lebih baik ditulis "lebih dari Rp 904 juta atau lebih dari Rp 900 juta".

Ekstrak
1. Jangan pernah menganggap pembaca sudah tahu berita yang ditulis. Dalam menulis berita seorang reporter harus menganggap pembaca belum tahu peristiwa itu, meski peristiwanya terus berlanjut dan sudah berlangsung lama. Tapi juga jangan menganggap enteng pembaca, sehingga timbul kesan menggurui. Menuliskan ekstrak peristiwa sebelumnya dalam berita dengan perkembangan terbaru menjadi penting.

Panduan ini tidak mutlak untuk menulis berita. Masih banyak hal yang belum dijelaskan dalam makalah ini. Hal paling baik bisa menulis berita yang enak dibaca adalah mencobanya. Jadi, selamat mencoba.

[makassar, 20 nopember 2008]

Jumat, 21 November 2008

Dari Kemeriahan Festival Losari

*Wisatawan tak Dapat Kursi, Hujan Batalkan Rencana Lihat Sunset

DUA sosok pria berdiri digerbang anjungan Pantai Losari. Menggunakan rompi warna orange. Belakangnya tertulis Petugas Parkir. Tiap motor yang masuk didatanginya, menawarkan selembar kertas, bertuliskan karcis parkir. Puluhan orang lalu lalang di area anjungan. Sebagian sibuk mempersiapkan sesuatu. Entah siapa yang akan datang?

Jejeran tenda memanjang disisi kiri dan kanan anjungan. Tak seperti biasanya. Tenda yang bertuliskan "peserta wisata kuliner". Tulisan lain memastikan asal muara tenda-tenda itu. Dijaga orang-orang dengan busana khas sulawesi Selatan. Sedikit bertanya, diketahui 26 peserta dari semua kecamatan di Makassar ikut ambil bagian pada tenda-tenda itu. Depan tulisan "Pantai Losari" sebuah panggung besar berdiri kokoh tanpa atap. Bagian belakangnya terpajang spanduk bertuliskan Festival Losari. Depan panggung tenda memanjang mengikuti panjang panggung, dengan kursi berjejer rapi.

Di bagian tenda wisata kuliner seorang laki-laki dengan perawakan terawat, sibuk memberi petunjuk. Namanya Eddy Kosasih Parawansa, Orang nomor satu di Makassar yang mengurusi masalah kepariwisataan. "Kenapa de," ucapnya saat saya mendekat. Sedikit ngobrol tentang even itu, Eddy banyak menjelaskan komitmennya membangun sektor kepariwisataan Makassar. "Ini sekaligus menyambut Visit Indonesia 2009," kata Eddy. Banyak hal yang ingin diprogramkan katanya. "Namun sering termentahkan dianggota dewan yang terhormat," sesal Eddy.

Tak lama bicara, satu rombongan turun dari mobil. Seorang staf Eddy mendekat. "Pak, datang Sekda (Sekretaris Daerah, red) Kota Jogjakarta dengan Kadis Pariwisatanya," ucapnya ke Eddy. Tak menunggu lama, Eddy berjalan mendekat ke pejabat yang dimaksud. Hanya berselang sekira 15 menit, rombongan pejabat-pejabat lain mulai berdatangan. Mereka khusus datang mengikuti Festival Losari. Penyelenggaraan Festival Losari dengan beragam macam rangkaian kegiatan berlangsung meriah. Tak hanya warga Makassar dan sekitarnya yang tumpah ke Losari, namun even yang diselenggarakan Sabtu, 8 November, sore itu juga dihadiri wisatawan mancanegara.

Dari jejeran stan-stan peserta wisata kuliner beragam makanan tradisional tampak dipamerkan. Mulai dari coto Makassar, sop konro, pallubutung, dan beragam makanan khas Sulawesi Selatan yang lain. Bahkan pengunjung dapat langsung mencicipi masakan tersebut.

Animo warga menyaksikan kegiatan ini sangat besar. Itu dibuktikan dengan membeludaknya pengunjung. Tenda yang didirikan bahkan tidak bisa memuat semua pengunjung yang datang. Wisatawan dari Malaysia yang datang belakangan, bahkan tidak mendapat kursi. Panitia kelabakan. Warga lokal diminta pengertiannya. Tanpa ada yang ngomel mereka dengan sopan mempersilakan tamu-tamu dari negara yang kadang berselisih dengan bangsa ini, duduk dikursi yang mereka duduki. Rela berdiri demi mereka yang katanya wisatawan dari Malaysia.

Susunan acara cukup resmi mulai dari laporan sampai sambutan dan pembukaan. Ketua panitia, berjalan menaiki panggung tak beratap itu. Dengan terbatah-batah melaporkan persiapannya dalam acara tersebut. "Begitu memang kalau bicaraki didepan boss ta, pasti grogiki," ucap dua perempuan yang duduk dekat saya dengan bisikan khas perempuan. Ya... acara sore itu, cukup meriah.

Dalam panggung penuh, diluar panggung masih banyak pengunjung yang berdiri. Dari pembicaraan warga lokal yang datang, tanpa mengetahui format acara yang sebenarnya. Ternyata mereka mengira fetival itu akan mendatangkan setidaknya seorang artis dengan tingkat popularitas yang tinggi. mungkin, karena panggung yang besar hingga mereka terpikirkan hal itu.

Saat saya bicara dengan Eddy, dia sedikit menyinggung tujuan panitia menyelenggarakan pembukaan dengan mengundang wisatawan luan dan dalam negeri di sore hari, karena keinginan menunjukkan keindahan sunset dari Pantai Losari. Sayangnya, maksud baik itu tak terwujud. Rencana memperlihatkan sunset ke pengunjung festival tidak terealisasi. Hujan gerimis, mewarnai pembukaan. Saat Walikota Makassar menyampaikan sambutannya.

Rangkaian kegiatan dalam festival itu tidak hanya berlansung pada sore itu. Festival berlanjut malamnya dengan acara pentas seni dan budaya. Penampilan perempuan-perempuan cantik, juga menghiasi panggung malamnya. Sayangnya malam itu, saya tidak sempat berkunjung kesana.

Pamit dari Dunia Medis setelah Mengabdi Setengah Abad

(Terbit di Harian Fajar Makassar 9-10 Oktober 2008)
*Dokter ke-39 di Sulawesi
BAGAIMANA rasanya membedah pasien di usia 80 tahun? Sebelum pisau tertinggal di perut pasien, Santosa memilih mundur dari dunia medis. Lima belas hari sebelum puluhan orang muda bertemu dan mendeklarasikan Sumpah Pemuda, di sebuah rumah di Yogyakarta, lahir seorang pria। Kelak dia bernama Adam Imam Santosa। Dia lahir 13 Oktober 1928. Artinya, empat hari lagi pria itu berulang tahun ke-80. Rabu kemarin, Santosa, dokter yang spesialis tumor menyatakan mundur dari dunia medis. Selama ini, dia bertugas di Rumah Sakit Polri Bhayangkara yang terletak di Jalan Mappaouddang, Makassar. Rambut Santosa memang sudah berubah warna. Sudah beruban. Badannya yang sedikit gemuk juga mulai membungkuk. Langkah kakinya melambat. Namun senyumnya tetap mengambang. Ditemui di rumah sakit tempatnya selama ini mengabdi, Santosa mendekat ke saya sambil mengayunkan tangannya. Sejenak, saya tak percaya jika di hadapan saya adalah dokter Adam Imam Santosa SpB.ONK. Dari tempat itu, berbagai cerita tentang Santosa mulai mengalir. Pendidikan kedokteran di Universitas Airlangga Surabaya digeluti Santosa selama delapan tahun. Cukup singkat di masa itu. Tahun 1958, Santosa resmi berstatus dokter. Setahun kemudian, Santosa yang sudah membina sebuah keluarga ini datang ke Makassar. Istrinya bernama Esther Santosa tentu saja diboyong ke Kota Daeng. Padahal ketika itu, Esther sementara hamil delapan bulan. Saat kapal yang membawa Santosa berlabuh di Pelabuhan soekarno-Hatta, jumlah dokter di Sulawesi tak lebih dari 38 orang. Jadilah dia dokter ke-39 yang berada di pulau ini. Majene menjadi lokasi dinas pertama Santosa. "Butuh waktu 18 jam untuk sampai di daerah tujuan (Majene)," kenang Santosa.
*Langsung Berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi
"SAYA sudah tua, suka lupa. Jangan sampai pisau saya lupa dalam perut pasien saya."
Laporan SuhermanMakassar
USAI sudah pengabdian Adam Imam Santosa sebagai dokter ahli bedah tumor. Di usia 80 tahun kurang lima hari, Santosa memutuskan mundur dari dunia medis. Setengah abad atau 50 tahun hidupnya diwakafkan untuk merawat orang sakit. Tak terhitung lagi jumlah manusia yang selamat dari maut berkat tangan dingin Santosa. Di awal pengabdiannya, Santosa pernah menjadi satu-satunya dokter yang melayani masyarakat Mandar. Ketika itu, dia bekerja sebagai dokter yang langsung menangani puluhan, ratusan, hingga ribuan orang sakit sekaligus sebagai Kepala Dinas Kesehatan Mandar. Setelah tiga tahun di Mandar, tepat 1 Juli 1962, Santosa ditarik ke Makassar. Saat itu statusnya sebagai pegawai negeri sipil dari Departemen Kesehatan dialihkan ke Depertemen Pertahanan dan Keamanan di kepolisian. Dia pun mendapat pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). Tahun itu juga , Sekolah Polisi Negara (SPN) yang semula terletak di Jalan Mappaouddang direlokasi ke Batua. Bekas SPN Mappaouddang dialih fungsi menjadi rumah sakit. Sekarang namanya Rumah Sakit (Polri) Bhayangkara. Di sinilah Santosa berkarier dan mengabdi. Di awal beroperasinya, rumah sakit ini hanya diperkuat dokter. Mereka adalah Abadi, Arifin, dan Santosa sendiri. Santosa pensiun dari dinas kepolisian tahun 1985. Namun bukan berarti pekerjaannya sebagai dokter juga berakhir. Dia tetap mengabdi sebagai tenaga medis. Sebagai ahli bedah tumor, tak jarang Santosa menelan kenyataan pasien yang tidak bisa tertolong jiwanya usai menjalani pembedahan. "Yang mengatur nyawa seseorang kan tuhan, kita hanya bisa berusaha menolong," kata Santosa, Rabu, 8 Oktober di RS Polri Bhayangkara. Ketika saya menemui Santosa, pria itu baru saja resmi pamit dari dunia kedokteran. Dia sadar, usianya makin uzur. "Saya sudah tua, suka lupa, jangan sampai pisau saya lupa dalam perut pasien saya," ujar Santosa sambil tersenyum menatap saya. Akhirnya, terima kasih, Pak Dokter! Selamat menikmati sisi lain dari dunia ini.(*)

Senin, 17 November 2008

Pasar Senggol, Dulu dan Sekarang

Berawal dari Aktivitas Nelayan di Losari

MALAM. Waktu itulah aktivitas di tempat ini. Pertemuan antara penjual dan pembeli. Transaksi di malam hari. Pasar Senggol nama tempat itu.
MENCARI jejak Pasar Sengol tidaklah sulit. Sore itu, Jumat, 24 Oktober, saya mencoba bertanya dari satu orang ke orang yang lain. Akhirnya mata tertuju ke sesosok pria yang sedang duduk di atas motor. Kulit keriput. Menggunakan tas samping, topi di kepalanya. Jari telunjuknya mengarah ke seorang laki-laki yang sedang sibuk merapikan jualannya. "Ada apa, Dek," ucap laki-laki yang ditunjuk orangtua tadi. Namun yang ditunjuk juga ternyata tak tahu asal usul pasar ini. "Coba tanyaki penjual buku yang di sana," kata laki-laki itu, sambil mengarahkan telunjuknya ke seorang laki-laki. Penjual buku yang ditunjuk bernama Toto. Namun setali tiga uang, Toto juga tak tahu sejarah pasar ini. Dia pun menunjuk seorang laki-laki penjual jamu bernama H Huzairin. Titik terang sejarah pasar senggol mulai terkuak di orang ini. "Pasar senggol ada sini sejak tahun 1981," kata dia dengan raut muka mengingat sesuatu. Namun hanya sepenggal informasi itu yang bisa dilontarkan Huzairin. Selebihnya; "Ke Haji Nur ki saja," ujar Huzairin sambil memberikan alamat dan nomor telepon seluler Haji Nur.
*** DI sebuah rumah di Jalan Balam Dua, kompleks Patompo, dua mobil tampak berjejer di bagian depan। Seorang laki-laki tua dengan sebagian rambut memutih। "Ini mi Haji Nur," ujar seorang pria didekat laki-laki tua itu. Tak salah, Haji Nur ternyata memang "perpustaan" tentang Pasar Senggol. Dari mulut laki-laki bernama lengkap Haji Muhammad Nur Muslim ini, sejarah panjang Pasar Senggol mencuat. Adalah berawal dari aktivitas nelayan. Awalnya, kata Nur, Pasar Senggol pertama kali berada di pinggir Pantai Losari. Tepatnya di Memanjang. "Kalau sekarang lokasi itu menjadi Makassar Golden Hotel. Saat itu, saya masih SMP tapi sudah dipercaya mengatur di situ," kata H Nur, Sabtu, 25 Oktober. Nelayan yang dari melaut, lanjut dia, menjual langsung hasil tangkapannya di Losari. Saat itulah, karena ramainya orang yang biasa belanja ikan, banyak penjual barang lain ikut berjualan. Saat itu tahun 1962. Sedari lokasi lama, aktivitas jual beli memang sudah digelar malam hari. Dua tahun menempati pinggir Losari, para penjual dipindahkan ke tempat lain. Ada dua tempat yang ditunjuk. Jalan Cokroaminoto dan Jalan Hati Mulia. Pedagang pun terpecah. Ada yang ke Jalan Cokroaminoto dan ada ke Jalan Hati Mulia. "Yang di (jalan) Hati Mulia inilah yang sekarang ada di (Jalan) Hati Murni," ucap H Nur. Tak lama, penjual yang di Jalan Hati Mulia direlokasi lagi ke belakang Stadion Mattoanging. Waktu itu tahun 1970. Namun tak lama mereka dipindahkan lagi ke Jalan Merpati. Lalu di tahun 1976 kembali ke Stadion Mattoanging. Bukan hanya di belakang stadion yang ditempati tapi juga di depan stadion. Tahun 1980 para pedagang di stadion kembali diarahkan untuk pindah tempat. Kali ini mereka dipindahkan kembali ke Losari. Saking banyaknya penjual yang beraktivitas di stadion. Tampat yang disediakan di Losari tidak mewadahi semua penjual. "Akhirnya ada juga yang masih bertahan di stadion," kata H Nur. "Melihat kondisi yang memprihatinkan bagi penjual, Saya sendiri menghadap ke Walikota (Makassar) Saat itu," ujar Nur. Solusi yang diberikan Walikota yang saat itu dijabat Abustan, adalah menunjuk Jalan Hati Murni. Jalan yang berada di seputaran Jalan Cendrawasih. "Mulai tahun 1981 lokasi itu digunakan sampai sekarang," kata H Nur. "Alasan saya ke Pak Wali (Abustan), Pasar Sambung Jawa yang beroperasi pada siang hari saat itu, hampir tidak ada pengunjung," kenang Nur. Pasar Sambung Jawa berada di sebelah sungai di Jalan Hati Murni, menghadap ke Jalan Cendrawasih. Kini Pasar Senggol dikenal bukan hanya masyarakat Makassar sebagai pasar tradisional, yang satu-satunya beroperasi pada malam hari. Orang yang tidak sempat berbelanja di siang hari dan baru pulang dari aktivitas kantornya, bisa berbelanja kebutuhan sehari-hari di tempat ini. Pasar Senggol saat ini dikelola oleh sebuah lembaga. Yaitu Yayasan Keluarga Pengusaha Lemah (Yakpema). Diketuai oleh Nur sendiri. Nur dipercaya sebagai ketua di yayasan yang mengelolah Pasar Senggol ini sejak masih di Stadion Mattoanging. Sementara nama Pasar Senggol telah digunakan sejak masih berada di Losari. Masih kumpulan nelayan yang menggunakan tempat itu untuk berjualan. Nama itu kata Nur muncul dengan sendirinya. "Dulu, laki-laki dengan perempuan yang umur-umur muda sengaja memang bersenggolan, mungkin dari situ sehingga lahir nama Pasar Senggol," cerita Nur sambil tersenyum.

*Dari CD Bajakan hingga Kue Buroncong
ANEKA warna lapak jualan seramai pengunjung dengan busana sederhana। Ragam jualan seolah menembus masa; dari tradisional hingga jualan barang-barang bajakan. SABTU malam, 25 Oktober, langit mendung tak menguangi aktivitas warga di Jalan Hati Murni. "Kiri, Pak," teriak seorang laki-laki mengarahkan kendaraan yang ingin berhenti. Jalanan ini seolah tak berbentuk jalur kendaraan lagi. Lapak-lapak jualan sesak memenuhi jalan itu. Ruas kiri dan kanan jalan memang menjadi tumpuan hidup beberapa orang. Di tempat ini dapat ditemukan berbagai kebutuhan. Tidak jelas gerbang pasar ini. Namun cenderung orang masuk dari Jalan Cendrawasih. Fasilitas parkir juga tersedia di tempat ini. Badan Jalan Hati Murni dari arah Jalan Cendrawasih, sekira lima meter disisakan sedikit ruang untuk parkir sepeda motor. Masuk dari arah Jalan Cedrawasih suara nyanyian dari soundsystem terdengar jelas. Suara itu berasal dari penjual compact disk (CD) berisi aneka lagu. Sebagian besar CD itu adalah bajakan. Lewat dari tempat parkir sesak lapak jualan sudah terlihat. Tiga baris lapak jualan berjejer menelusuri Jalan Hati Murni. Di jalur kanan agak ke belakang, ragam jualan juga tersedia. Ada penjual pakaian diselingi dengan penjual barang lain, seperti buku, sarung telepon seluler. Sekira 30 meter, lapak-lapak dipotong dengan jalur masuk ke Pasar Kembang Jawa. Jalur itu memotong kanal. Lapak jualan pakaian terlihat mendominasi jalur memanjang ini. Hanya sesekali diselingi dengan jualan lain. Lapak memanjang hanya sampai di pertemuan Jalan Hati Murni dengan jalur yang mengarah ke Jalan Hati Mulia. Sekira 100 meter dari Jalan Cendrawasih. Belok kanan, memanjang sekira lima meter. Masih terdapat lapak jualan. Lapak itu berisi penjual bakso dan makanan lain. Depannya berbaris enam becak. "Becak, Ndik," teriak salah seorang pengayuh becak. Namanya Daeng Kulle. Katanya Pasar Senggol tempat dia mencari rezeki di malam hari. Sementara berbelok ke kiri dari arah Jalan Cendrawasih. Setelah tiga lapak penjual pakaian dan satu lapak penjual kue buroncong --penganan tradisional Bugis dan Makassar. Suasana jualan sedikit berbeda. Kini yang ditemui adalah lapak-lapak penjual sayuran. Sekitar empat lapak penjual sayuran saling berhadapan. Teriakan "juku baru" terdengar. Di sini berjejer para pedagang ikan. Dari perjalan saya, bentuk Pasar Senggol hampir sama dengan bentuk huruf T. Bedanya garis atas huruf T sama panjang. Sementara Pasar Senggol jejeran penjual yang memotong Jalan Hati Murni tidak sama panjang. Barisan penjual sayuran dan ikan lebih panjang. Dibanding barisan penjual bakso dan makanan lain. Pengunjung di Sabtu malam itu agak ramai. Utamanya di bagian lapak penjual pakaian. Menurut salah seorang penjual bernama Huzairin, pasar itu akan terlihat keramaiannya pada bulan Ramadan. (*)

00.00-02.00: Harmonisasi Cakram ala Ical

Suhe/Fajar (Terbit di Harian Fajar 20 Oktober 2008)

AKSI jejarinya mambuat tubuh bergoyong. Dari satu cakram ke cakram lain, musik pun menghentak.

LaporanSuhermanMakassar

JUMAT malam, 17 Oktober. Lima puluh meter dari Menara Makassar. Di depan sebuah rumah toko (ruko) bergantung billboard bertuliskan "Padi's". Di Berdiri depan pintu dua lelaki. Sembilan sepeda motor parkir di teras. Sekilas terdengar nyanyian dari dalam. Seorang pria berbadan tegap masuk. Saya ikut di belakang. Suara nyanyian jelas terdengar dari salah seorang pengunjung yang sedang nyanyi karoke. Jam tangan saya masih menunjukkan pukul 23.43. Sebelah kiri pintu terdapat mini bar. Bagian tengah ruangan satu lampu berputar dengan biasan beragam warna. Sisi kiri dan kanan ruangan lampu ukuran bola pimpong dengan aneka ragam warna. Cahayanya menyelinap keluar dari lubang papan. Bagian dalam, dua soundsistem tergantung searah. Layar di ujung ruangan. Di belakangnya menyisakan sekira 1,5 meter. Meja berdiri di belakang layar. Di atasnya terlihat seperangkat peralatan. Sudut kiri ujung ada tangga menuju lantai dua. Ruang tampak sesak dengan sofa tersusun rapi. Seorang pria bertubuh besar mendekati saya. Rambutnya panjang, terurai. Penampilannya tidak istimewa. Baju warna biru bertuliskan angka kesenangan pemain bola andalan AC Milan, Kaka, nomor 22. Celana sedikit gombrang. Di tangan kirinya, sebuah gelang besi melingkar. Tangan kanannya terlilit jam berwarna perak. Senyumnya lebih duluan dari sapaannya. "Apa yang bisa saya bantu bos," ucap dia. Lelaki itu bernama Ichal. Dia disk jockey (Dj) di tempat itu. Dunia Dj sudah dikenal Ichal sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Kepiawaian memainkan piringan musik berbentuk cakram diakuinya sebagai bakat alam. Alat yang digunakan berlatih saat itu masih dari tipe cakram besar. Seiring perkembangan teknologi, tak ada lagi cakram besar atau compact disk. Berganti cakram kecil seperti video compact disk. Dari cakram inilah lelaki yang lahir 30 tahun silam itu mencari nafkah. "Sudah banyak tempat yang saya tempati (bekerja) sebelum di sini," kata Ichal. Kota Manado salah satunya. Di kota itu, dia banyak mengisi even. Pernah mengiringi beberapa artis papan atas seperti Nia Ramadhani dan Nicolas Saputra. Pernah pula duet dengan Dj hebat dari ibukota negara pun luar negeri. Malam seakan siang baginya. Tahun 1997 awal Ichal memanfaatkan keahliannya. Nikita, Highligh, Jetset, Zigzag MGH, Planet Diskotik, Corner Manado, Arena, sudah dirambah Ichal. Dari lajang sampai berkeluarga dengan satu orang anak. Ichal mengaku tak pernah mengeluh dengan profesinya. Istrinya bernama Dea pun tak pernah mempermasalahkannya meski saban malam pulang larut. Tidak hanya mengasah keahlian sendiri. Ichal bahkan membuka pendidikan Dj dengan nama Akademi Peros. Kini jebolan dari pendidikan Dj yang dibukanya telah tersebar di beberapa kafe ternama. Tak lama bicara dengan saya, Ichal bergegas ke belakang layar. Seorang karyawan membantu menggulung layar. Hentakan musik masih terdengar. Jenis musik break beat. Sofa yang saya duduki bergetar. Mungkin karena kerasnya tekanan musik dari soundsystem meski semakin melemah. Mata saya tertuju ke jam tangan saya. Waktu semakin mendekati menunjukkan pukul 00.00. Satu, dua, tiga, sampailah di angka 00.00. Ichal pun mulai beraksi. Seorang pria dari sebelah sofa yang saya tempati berjalan mendekat ke meja Dj. Sambil menaikkan kedua tangannya. Kepala bersama badannya goyang mengikuti irama musik. Tak lama semakin banyak tamu lain yang berdiri, larut dengan racikan musik Ichal. Dari kejauhan tampak Dj Ichal sibuk memutar piringan musiknya. Asli kehidupan malam. Semua orang dalam ruangan itu seakan terhipnotis dengan musik yang dimainkan. Kaki sampai ujung kepala terlihat bergoyang. Ada yang duduk sambil goyangkan kepala. Ada yang berdiri, berjalan sambil bergoyang. Entah kenapa orang-orang yang tadinya berdiri sambil bergoyang kembali ke sofa masing-masing. Musik berhenti. Suasana tampak hening, lampu yang tadinya remang tiba-tiba terang. Waktu di jam tangan saya menunjukkan pukul 01.58. Kurang dua menit dari 02.00. Tepat 02.00, musik benar-benar mati total. Tak ada lagi permainan jejari Ichal. "Saatnya pulang ke rumah," kata dia sambil kembali melempar senyum ke saya.

WELCOME

Selamat datang di blog pemuda desa