Suhe/Fajar (Terbit di Harian Fajar 20 Oktober 2008)
AKSI jejarinya mambuat tubuh bergoyong. Dari satu cakram ke cakram lain, musik pun menghentak.
LaporanSuhermanMakassar
JUMAT malam, 17 Oktober. Lima puluh meter dari Menara Makassar. Di depan sebuah rumah toko (ruko) bergantung billboard bertuliskan "Padi's". Di Berdiri depan pintu dua lelaki. Sembilan sepeda motor parkir di teras. Sekilas terdengar nyanyian dari dalam. Seorang pria berbadan tegap masuk. Saya ikut di belakang. Suara nyanyian jelas terdengar dari salah seorang pengunjung yang sedang nyanyi karoke. Jam tangan saya masih menunjukkan pukul 23.43. Sebelah kiri pintu terdapat mini bar. Bagian tengah ruangan satu lampu berputar dengan biasan beragam warna. Sisi kiri dan kanan ruangan lampu ukuran bola pimpong dengan aneka ragam warna. Cahayanya menyelinap keluar dari lubang papan. Bagian dalam, dua soundsistem tergantung searah. Layar di ujung ruangan. Di belakangnya menyisakan sekira 1,5 meter. Meja berdiri di belakang layar. Di atasnya terlihat seperangkat peralatan. Sudut kiri ujung ada tangga menuju lantai dua. Ruang tampak sesak dengan sofa tersusun rapi. Seorang pria bertubuh besar mendekati saya. Rambutnya panjang, terurai. Penampilannya tidak istimewa. Baju warna biru bertuliskan angka kesenangan pemain bola andalan AC Milan, Kaka, nomor 22. Celana sedikit gombrang. Di tangan kirinya, sebuah gelang besi melingkar. Tangan kanannya terlilit jam berwarna perak. Senyumnya lebih duluan dari sapaannya. "Apa yang bisa saya bantu bos," ucap dia. Lelaki itu bernama Ichal. Dia disk jockey (Dj) di tempat itu. Dunia Dj sudah dikenal Ichal sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Kepiawaian memainkan piringan musik berbentuk cakram diakuinya sebagai bakat alam. Alat yang digunakan berlatih saat itu masih dari tipe cakram besar. Seiring perkembangan teknologi, tak ada lagi cakram besar atau compact disk. Berganti cakram kecil seperti video compact disk. Dari cakram inilah lelaki yang lahir 30 tahun silam itu mencari nafkah. "Sudah banyak tempat yang saya tempati (bekerja) sebelum di sini," kata Ichal. Kota Manado salah satunya. Di kota itu, dia banyak mengisi even. Pernah mengiringi beberapa artis papan atas seperti Nia Ramadhani dan Nicolas Saputra. Pernah pula duet dengan Dj hebat dari ibukota negara pun luar negeri. Malam seakan siang baginya. Tahun 1997 awal Ichal memanfaatkan keahliannya. Nikita, Highligh, Jetset, Zigzag MGH, Planet Diskotik, Corner Manado, Arena, sudah dirambah Ichal. Dari lajang sampai berkeluarga dengan satu orang anak. Ichal mengaku tak pernah mengeluh dengan profesinya. Istrinya bernama Dea pun tak pernah mempermasalahkannya meski saban malam pulang larut. Tidak hanya mengasah keahlian sendiri. Ichal bahkan membuka pendidikan Dj dengan nama Akademi Peros. Kini jebolan dari pendidikan Dj yang dibukanya telah tersebar di beberapa kafe ternama. Tak lama bicara dengan saya, Ichal bergegas ke belakang layar. Seorang karyawan membantu menggulung layar. Hentakan musik masih terdengar. Jenis musik break beat. Sofa yang saya duduki bergetar. Mungkin karena kerasnya tekanan musik dari soundsystem meski semakin melemah. Mata saya tertuju ke jam tangan saya. Waktu semakin mendekati menunjukkan pukul 00.00. Satu, dua, tiga, sampailah di angka 00.00. Ichal pun mulai beraksi. Seorang pria dari sebelah sofa yang saya tempati berjalan mendekat ke meja Dj. Sambil menaikkan kedua tangannya. Kepala bersama badannya goyang mengikuti irama musik. Tak lama semakin banyak tamu lain yang berdiri, larut dengan racikan musik Ichal. Dari kejauhan tampak Dj Ichal sibuk memutar piringan musiknya. Asli kehidupan malam. Semua orang dalam ruangan itu seakan terhipnotis dengan musik yang dimainkan. Kaki sampai ujung kepala terlihat bergoyang. Ada yang duduk sambil goyangkan kepala. Ada yang berdiri, berjalan sambil bergoyang. Entah kenapa orang-orang yang tadinya berdiri sambil bergoyang kembali ke sofa masing-masing. Musik berhenti. Suasana tampak hening, lampu yang tadinya remang tiba-tiba terang. Waktu di jam tangan saya menunjukkan pukul 01.58. Kurang dua menit dari 02.00. Tepat 02.00, musik benar-benar mati total. Tak ada lagi permainan jejari Ichal. "Saatnya pulang ke rumah," kata dia sambil kembali melempar senyum ke saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar